Selasa, 17 Juni 2014

Kata Bismillah yang umumnya diartikan “Dengan nama Allah” selalu kita ucapkan di kala kita melakukan sholat atau sebelum kita melakukan suatu pekerjaan. Banyak sekali hadis yang menganjurkan kita kita untuk selalu mengucapkan kata Bismillah sebelum kita melakukan suatu pekerjaan. Seperti diriwayatkan oleh Muslim dalam sahihnya bahwa Rasullullah SAW pernah berkata kepada Umar bin Abu Salamah ketika ia masih diasuh Rasullullah SAW di masa kecilnya, “Ucapkanlah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang berada di dekatmu”. Bahkan ulama mewajibkan kita untuk 

membaca Bismillah sebelum makan.
Mengucapkan Bismillah juga dianjurkan sebelum melakukan hubungan suami istri seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasullullah SAW berkata “Jika kamu sebelum melakukan hubungan suami istri dengan istrimu mengucapkan Bismillah, Ya Allah SWT lindungilah kami dari setan dan lindungilah juga apa yang kamu anugrahkan kepada kami (keturunan) dari setan”. Jika mereka ditakdirkan untuk mempunyai keturunan maka setan tidak akan pernah sanggup untuk mencelakakan anak tersebut.
Tradisi pengucapan dengan nama tuhan sebelum melakukan suatu pekerjaan sudah ada sejak zaman jahilliyah. Sudah menjadi kebiasaan kaum musyrikin untuk selalu memulai pekerjaan dengan mengucapkan nama nama tuhan mereka. Untuk menghapuskan praktek jahiliyah tersebut maka Allah SWT dalam wahyu pertamaNya  memerintahkan kepada Rasullullah SAW untuk membaca dengan nama Tuhanmu (Al-Alaq : 1).

Dalam kitab tafsir Mariful Qur’an, Mufti Shafi Usmani RA memberikan analisa secara bahasa tentang makna kata bismillah. Menurut beliau kata bismillah terdiri dari 3 suku kata ba, ism dan Allah. Kata ba memiliki 3 konotasi dalam bahasa Arab :
  1. Mengekspresikan kedekatan antara dua benda yang satu dengan lainnya hampir tidak memiliki jarak.
  1. Mencari pertolongan dari seseorang atau sesuatu
  1. Mencari berkah dari seseorang atau sesuatu

Kata ism secara sederhana diartikan sebagai nama. Sedangkan kata Allah merupakan gabungan dari kata Al dan Ilah. Kata Al mempunya fungsi definitif dalam bahasa Arab yaitu untuk menunjukkan sesuatu yang khusus sedangkan kata Ilah mengandung arti sesuatu yang disembah. Kata Allah juga mengacu kepada suatu zat atau esensi yang tidak bisa dinisbahkan kepada yang lain melainkan hanya kepada Allah sendiri. Kata Allah juga merupakan bentuk tunggal yang tidak mempunyai bentuk dual atau jamak hal ini untuk menguatkan makna keesaan pada Allah. Singkatnya kata Allah mengandung atribute atribute kesempurnaan.
Dari penjabaran di atas Mufti Shafi Usmani RA berpendapat 3 makna kata bismillah dalam kaitannya dengan konotasi kata ba :
  1. Dengan nama Allah SWT
  1. Dengan pertolongan nama Allah SWT
  1. Dengan berkah nama Allah SWT
Dari sini kita bisa mempunyai gambaran bagaimana kuatnya efek dan dampak pengucapan kata bismillah secara signifikan dalam segala pekerjaan yang akan kita lakukan. Dengan mengucapkan bismillah maka kita berharap bahwa Allah SWT akan bersama sama dengan kita. Selain itu Allah SWT akan menolong dan memberikan berkah dalam proses pekerjaan yang kita lakukan. Seorang ulama besar Sayid Abu Ala Maududi dalam kitab tafsirnya Tafhim Al-Qur’an berpendapat jika seorang muslim melakukan segala sesuatu dengan nama Allah dengan sadar dan tulus maka sudah tentu akan menghasilkan 3 hal yang baik yaitu :
  • Ia akan terlindungi dari kejahatan atau pengaruh buruk, karena dengan melibatkan nama Allah si fulan akan berpikir apakah segala niat dan tindakannnya sudah sesuai dengan standar kebaikan Allah SWT
  • Dengan menyebut nama Allah akan menciptakan sikap yang benar dan mengarahkan si fulan menuju arah yang benar

  • Ia akan menerima pertolongan dan berkah dari Allah dan terlindungi dari godaan setan
Dengan melibatkan Allah SWT dalam setiap tindakan kita maka segala tindakan kita akan selalu berorientasi kepada Allah SWT dan hal tersebut ditransformasikan dari suatu pekerjaan biasa menjadi suatu aktivitas ibadah yang bernilai di mata Allah SWT.
Wallahualam bi showab.

GANJARAN SESEORANG YANG MELALAIKAN SHALAT 5 WAKTU

GANJARAN SESEORANG YANG MELALAIKAN SHALAT 5 WAKTU

Barang siapa melalaikan sholat, Allah SWT akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Enam siksaan di dunia, tiga siksaan ketika meninggal, tiga siksaan di alam kubur, tiga siksaan saat bertemu dengan Allah SWT.


Ketika Malaikat Jibril turun dan berjumpa dengan Rasulullah SAW, ia berkata, “Wahai Muhammad, Allah tidak akan menerima puasa, zakat, haji, sedekah, dan amal saleh seseorang yang meninggalkan sholat. Ia dilaknat di dalam Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Quran. Demi Allah, yang telah mengutusmu sebagai nabi pembawa kebenaran, sesungguhnya orang yang meninggalkan sholat, setiap hari mendapat 1.000 laknat dan murka. Para malaikat melaknatnya dari langit pertama hingga ketujuh.


Orang yang meninggalkan sholat tidak memperoleh minuman dari telaga surga, tidak mendapat 
syafaatmu, dan tidak termasuk dalam umatmu. Ia tidak berhak dijenguk ketika sakit, diantarkan jenazahnya, diberi salam, diajak makan dan minum. Ia juga tidak berhak memperoleh rahmat Allah.Tempatnya kelak di dasar neraka bersama orang-orang munafik, siksanya akan dilipatgandakan, dan di hari kiamat ketika dipanggil untuk diadili akan datang dengan tangan terikat di lehernya. Para malaikat memukulinya, pintu neraka jahanam akandibukakan baginya, dan ia melesat bagai anak panah ke dalamnya, terjun dengan kepala terlebih dulu, menukik ke tempat Qorun dan Haman di dasar neraka.

Ketika ia menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, makanan itu berkata, ‘Wahai musuh Allah, semoga Allah melaknatmu, kamu memakan rezeki Allah namun tidak menunaikan kewajiban-kewajiban dari-Nya.’ Ketahuilah, sesungguhnya bencana yang paling dahsyat, perbuatan yang paling buruk, dan aib yang paling nista adalah kurangnya perhatian terhadap sholat lima waktu, sholat Jumat, dan sholat berjemaah. Padahal, semua itu ibadah-ibadah yang oleh Allah SWT ditinggikan derajatnya, dan dihapuskan dosa-dosa maksiat bagi siapa saja yang menjalankannya.

Orang yang meninggalkan sholat karena urusan dunia akan celaka nasibnya, berat siksanya, merugi perdagangannya, besar musibahnya, dan panjang penyesalannya. Ia dibenci Allah, dan akan mati dalam keadaan tidak Islam, tinggal di neraka Jahim atau kembali ke neraka Hawiyah.”

Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa meninggalkan sholat hingga terlewat waktunya, lalu mengadanya, ia akan disiksa di neraka selama satu huqub (80 tahun).... Sedangkan ukuran satu hari di akhirat adalah 1.000 tahun di dunia.” Demikian tertulis dalam kitab Majalisul Akbar.

Sementara dalam kitab Qurratul Uyun, Abu Laits Samarqandi menulis sebuah hadis, “Barang siapa meninggalkan sholat fardu dengan sengaja walaupun satu sholat, namanya akan tertulis di pintu neraka yang ia masuki.” Ibnu Abbas berkata, ”Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, ‘Katakanlah, ya Allah, janganlah salah seorang dari kami menjadi orang-orang yang sengsara.’ Kemudian Rasulullah SAW bertanya, ‘Tahukah kamu siapakah mereka itu?’ Para sahabat menjawab, ‘Mereka adalah orang yang meninggalkan sholat. Dalam Islam mereka tidak akan mendapat bagian apa pun’.

Disebutkan dalam hadis lain, barang siapa meninggalkan sholat tanpa alasan yang dibenarkan syariat, pada hari kiamat Allah SWT tidak akan memedulikannya, bahkan Allah SWT akan menyiksanya dengan azab yang pedih. Diriwayatkan, pada suatu hari Rasulullah SAW berkata, ”Katakanlah, ya Allah, janganlah Engkau jadikan seorang pun di antara kami celaka dan diharamkan dari kebaikan.”“Tahukah kalian siapakah orang yang celaka, dan diharamkan dari kebaikan?”“Siapa, ya, Rasulullah?” “Orang yang meninggalkan sholat,” jawab Rasulullah. Dalam hadis yang berhubungan dengan peristiwa Isra Mi'raj, Rasulullah SAW mendapati suatu kaum yang membenturkan batu ke kepala mereka. Setiap kali kepala mereka pecah, Allah memulihkannya seperti sedia kala. Demikianlah mereka melakukannya berulang kali. Lalu, beliau bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?”
“Mereka adalah orang-orang yang kepalanya merasa berat untuk mengerjakan sholat,” jawab Jibril.

Diriwayatkan pula, di neraka Jahanam ada suatu lembah bernama Wail. Andaikan semua gunung di dunia dijatuhkan ke dalamnya akan meleleh karena panasnya yang dahsyat. Wail adalah tempat orang-orang yang meremehkan dan melalaikan sholat, kecuali jika mereka bertobat. Bagi mereka yang memelihara sholat secara baik dan benar, Allah SWT akan memuliakannya dengan lima hal, dihindarkan dari kesempitan hidup, diselamatkan dari siksa kubur, dikaruniai kemampuan untuk menerima kitab catatan amal dengan tangan kanan, dapat melewati jembatan shirathal mustaqim secepat kilat, dan dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab. Dan barang siapa meremehkan atau melalaikan sholat, Allah SWT akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Enam siksaan di dunia, tiga siksaan ketika meninggal, tiga siksaan di alam kubur, dan tiga siksaan saat bertemu dengan Allah SAW. Adapun enam siksaan yang ditimpakan di dunia adalah dicabut keberkahan umurnya, dihapus tanda kesalehan dari wajahnya (pancaran kasih sayang terhadap sesama), tidak diberi pahala oleh Allah semua amal yang dilakukannya, doanya tidak
diangkat ke langit, tidak memperoleh bagian doa kaum salihin, dan tidak beriman ketika roh dicabut dari tubuhnya. Adapun tiga siksaan yang ditimpakan saat meninggal dunia ialah mati secara hina, mati dalam keadaan lapar, dan mati dalam keadaan haus. Andai kata diberi minum sebanyak lautan, ia tidak akan merasa puas.

Sedangkan tiga siksaan yang didapat dalam kubur ialah, kubur mengimpitnya hingga tulang-belulangnya berantakan, kuburnya dibakar hingga sepanjang siang dan malam tubuhnya berkelojotan menahan panas, tubuhnya diserahkan kepada seekor ular bernama Asy-Syujaul Aqra. Kedua mata ular itu berupa api dan kukunya berupa besi, kukunya sepanjang satu hari perjalanan. ”Aku diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyiksamu, karena engkau mengundurkan sholat Subuh hingga terbit matahari, mengundurkan sholat Zuhur hingga Asar, mengundurkan sholat Asar hingga Magrib, mengundurkan sholat Magrib hingga Isya, dan mengundurkan sholat Isya hingga Subuh,” kata ular itu.Setiap kali ular itu memukul, tubuh mayat tersebut melesak 70 hasta, sekitar 3.000 meter, ke dalam bumi. Ia disiksa dalam kubur hingga hari kiamat. Di hari kiamat, di wajahnya akan tertulis kalimat berikut: Wahai orang yang mengabaikan hak-hak Allah, wahai orang yang dikhususkan untuk menerima siksa Allah, di dunia kau telah mengabaikan hak-hak Allah, maka hari ini berputus asalah kamu dari rahmat-Nya.

Adapun tiga siksaan yang dilakukan ketika bertemu dengan Allah SWT adalah, pertama, ketika langit terbelah, malaikat menemuinya, membawa rantai sepanjang 70 hasta untuk mengikat lehernya. Kemudian memasukkan rantai itu ke dalam mulut dan mengeluarkannya dari duburnya. Kadang kala ia mengeluarkannya dari bagian depan atau belakang tubuhnya. Malaikat itu berkata, ”Inilah balasan bagi orang yang mengabaikan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah.” Ibnu Abas berkata, ”Andai kata satu mata rantai itu jatuh ke dunia, niscaya cukup untuk membakarnya.”
Kedua, Allah tidak memandangnya. Ketiga, Allah tidak menyucikannya, dan ia memperoleh siksa yang amat pedih. Demikianlah ancaman bagi orang-orang yang sengaja melalaikan sholat. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada orang yang bersegera menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya. Amin..

Rasulullah SAW bersabda, “Sembahlah Allah seakan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
(HR Bukhari dan Muslim)

Rabu, 04 Juni 2014

Dakwah Islam di Tanah Jawa

Dakwah Islam di Tanah Jawa
Pada 1258, kota Baghdad yang selama lima abad menjadi pusat peradaban Islam dibawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah ditaklukan oleh bangsa Tartar, Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, kekuasaan Islam Baghdad digantikan oleh Dinasti Mongolia yang beragama Kristen Nestoria. Hal ini yang menyebabkan kepemimpinan Islam bergeser di tangan para Ulama. Para Ulama kemudian bergerak keluar kota Baghdad menuju wilayah Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara, diantara mereka banyak yang menjadi Saudagar Islam. Daerah Turkestan, Bokhara dan Samarakand adalah pusat perkembangan Islam (Maulana Malik Ibrahim berasal dari Samarakand). Pada masa ini terjadi kelahiran ulama-ulama terkenal diantaranya Imam Bukhori dari Samarakand. Persilangan pernikahan antara keturunan Arab, Cina dengan India telah menjadikan “kerumitan” sejarah dalam menentukan asal-muasal Islam datang ke Indonesia. “Teori Arab” merujuk kepada diantara silsilah para wali dari jalur laki-laki yang menunjukan Trah Nabi Muhammad SAW, sementara “Teori Cina” merujuk kepada silsilah para wali dari garis perempuan.
Meskipun sejak tahun 674 M, di Pantai Barat Sumatera sudah ada koloni-koloni saudagar yang berasal dari negeri Arab, meningkatnya keramaian perdagangan di pelabuhan-pelabuhan pesisir pantai Sumatera dan Jawa terjadi pada kurun abad ke-13 dan 14. Sejalan dengan itu, abad ke-13 dalam sejarah Islam di Indonesia merupakan gelombang kedua dari dakwah Islam yang telah pelopori sebelumnya pada pada abad ke-7 atau masa Khalifah Rasyidiyah.
Intensitas dakwah Islam di tanah Jawa, memiliki beberapa fase perkembangan dinataranya;
Pertama, Dakwah Islam dilakukan oleh para pedagang Muslim dari Arab, India dan Cina kepada komunitas masyarakat biasa di pesisir utara pantai Jawa.
Kedua, Dakwah Islam dilakukan secara Akseleratif oleh para Ulama yang terkenal dengan sebutan “Wali Sanga”.
Ketiga, Dakwah yang dilakukan secara Institusional oleh Negara Islam yaitu Negara Islam Demak dan Negara Islam Cirebon. Kedua negara ini berhasil meluluh lantahkan dua kerajaan yang dominan yaitu Majapahit dan Padjadjaran (Sunda dan Galuh).

KEUTAMAAN BULAN RAJAB, SYA'BAN & RAMADHAN

KEUTAMAAN BULAN RAJAB, SYA'BAN & RAMADHAN



Bulan Rajab dan Keutamaannya

Bulan Rajab adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram). Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali dalam keadaan membela diri dan terdesak. [1]

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah (95): 2)

Ayat mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalah dzul qa’dah, dzul hijjah, rajab, dan muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان”.

“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua jumadil dan sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)

Dinamakan Rajab karena itu adalah bulan untuk yarjubu, yakni Ya’zhumu (mengagungkan), sebagaimana dikatakan Al Ashmu’i, Al Mufadhdhal, dan Al Farra’. (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif, Hal. 117. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Banyak manusia meyakini bulan Rajab sebagai bulan untuk memperbanyak ibadah, seperti shalat, puasa, dan menyembelih hewan untuk disedekahkan. Tetapi, kebiasaan ini nampaknya tidak didukung oleh sumber yang shahih. Para ulama hadits telah melakukan penelitian mendalam, bahwa tidak satu pun riwayat shahih yang menyebutkan keutamaan shalat khusus, puasa, dan ibadah lainnya pada bulan Rajab, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi. Benar, bulan Rajab adalah bulan yang agung dan mulia, tetapi kita tidak mendapatkan hadits shahih tentang rincian amalan khusus pada bulan Rajab. Wallahu A’lam

Sebagai contoh:

“Sesungguhnya di surga ada sungai bernama Rajab, airnya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa yang berpuasa Rajab satu hari saja, maka Allah akan memberikannya minum dari sungai itu.” (Status hadits: BATIL. Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 1898)

“ Ada lima malam yang doa tidak akan ditolak: awal malam pada bulan Rajab, malam nishfu sya’ban, malam Jumat, malam idul fitri, dan malam hari raya qurban.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 1452)

“Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku (Rasulullah Saw), dan Ramadhan adalah bulan umatku.” (Status hadits: Dhaif (lemah). Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 4400)

“Dinamakan Rajab karena di dalamnya banyak kebaikan yang diagungkan (yatarajjaba) bagi Sya’ban dan Ramadhan.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 3708)

Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti shalat raghaib (12 rakaat) pada hari kamis ba’da maghrib di bulan Rajab (Ini ada dalam kitab Ihya Ulumuddin-nya Imam Al Ghazali. Segenap ulama seperti Imam An Nawawi mengatakan ini adalah bid’ah yang buruk dan munkar, juga Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Nuhas, dan lainnya mengatakan hal serupa).

Walau demikian, tidak berarti kelemahan semua riwayat ini menunjukkan larangan ibadah-ibadah secara global. Melakukan puasa, sedekah, memotong hewan untuk sedekah, dan amal shalih lainnya adalah perbuatan mulia, kapan pun dilaksanakannya termasuk bulan Rajab (kecuali puasa pada hari-hari terlarang puasa).

Tidak mengapa puasa pada bulan Rajab, seperti puasa senin kamis dan ayyamul bidh (tanggal 13,14,15 bulan hijriah), sebab ini semua memiliki perintah secara umum dalam syariat. Tidak mengapa sekedar memotong hewan untuk disedekahkan, yang keliru adalah meyakini dan MENGKHUSUSKAN ibadah-ibadah ini dengan fadhilah tertentu yang hanya bisa diraih di bulan Rajab, dan tidak pada bulan lainnya. Jika seperti ini, maka membutuhkan dalil shahih yang khusus, baik Al Quran atau As Sunnah.

Sementara itu, mengkhususkan menyembelih hewan (istilahnya Al ‘Atirah) pada bulan Rajab, telah terjadi perbedaan pendapat di dalam Islam. Imam Ibnu Sirin mengatakan itu sunah, dan ini juga pendapat penduduk Bashrah, juga Imam Ahmad bin Hambal sebagaimana yang dikutip oleh Hambal. Tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa hal itu adalah kebiasaan jahiliyah yang telah dihapuskan oleh Islam. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits shahih: “Tidak ada Al Fara’ dan Al ‘Atirah.” (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif Hal. 117)

Namun, jika sekedar ingin menyembelih hewan pada bulan Rajab, tanpa mengkhususkan dengan fadhilah tertentu pada bulan Rajab, tidak mengapa dilakukan. Karena Imam An Nasa’i meriwayatkan, bahwa para sahabat berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, dahulu ketika jahiliyah kami biasa menyembelih pada bulan Rajab?” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اذبحوا لله في أي شهر كان

“Menyembelihlah karena Allah, pada bulan apa saja.” (HR. An Nasa’i, hadits ini shahih. Lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 1/208)

Benarkah Isra Mi’raj Terjadi Tanggal 27 Rajab?

Ada pun tentang Isra’ Mi’raj, benarkah peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab? Atau tepatnya 27 Rajab? Jawab: Wallahu A’lam. Sebab, tidak ada kesepakatan para ulama hadits dan para sejarawan muslim tentang kapan peristiwa ini terjadi, ada yang menyebutnya Rajab, dikatakan Rabiul Akhir, dan dikatakan pula Ramadhan atau Syawal. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7/242-243) 

Imam Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, bahwa banyak ulama yang melemahkan pendapat bahwa peristiwa Isra terjadi pada bulan Rajab, sedangkan Ibrahim Al Harbi dan lainnya mengatakan itu terjadi pada Rabi’ul Awal. (Ibid Hal. 95).

Beliau juga berkata:

و قد روي: أنه في شهر رجب حوادث عظيمة ولم يصح شيء من ذلك فروي: أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد في أول ليلة منه وأنه بعث في السابع والعشرين منه وقيل: في الخامس والعشرين ولا يصح شيء من ذلك وروى بإسناد لا يصح عن القاسم بن محمد: أن الإسراء بالنبي صلى الله عليه وسلم كان في سابع وعشرين من رجب وانكر ذلك إبراهيم الحربي وغيره

“Telah diriwayatkan bahwa pada bulan Rajab banyak terjadi peristiwa agung dan itu tidak ada yang shahih satu pun. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan pada awal malam bulan itu, dan dia diutus pada malam 27-nya, ada juga yang mengatakan pada malam ke-25, ini pun tak ada yang shahih. Diriwayatkan pula dengan sanad yang tidak shahih dari Al Qasim bin Muhammad bahwa peristiwa Isra-nya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terjadi pada malam ke-27 Rajab, dan ini diingkari oleh Ibrahim Al Harbi dan lainnya.” (Lathaif Al Ma’arif Hal. 121. Mawqi’ Ruh Al Islam) 

Sementara, Imam Ibnu Hajar mengutip dari Ibnu Dihyah, bahwa: “Hal itu adalah dusta.” (Tabyinul ‘Ajab hal. 6). Imam Ibnu Taimiyah juga menyatakan peristiwa Isra’ Mi’raj tidak diketahui secara pasti, baik tanggal, bulan, dan semua riwayat tentang ini terputus dan berbeda-beda.

Adakah Doa Khusus Menyambut Rajab, Sya’ban dan Ramadhan?

Tidak ditemukan riwayat yang shahih tentang ini. Ada pun doa yang tenar diucapkan manusia yakni: Allahumma Bariklana fi rajaba wa sya’ban, wa ballighna ramadhan, adalah hadits dhaifi (lemah).

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ

Dari Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika masuk bulan Rajab, dia berkata: “Allahumma Barik lanaa fii Rajaba wa Sya’ban wa Barik lanaa fii Ramadhan.” (Ya Allah Berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban wa Berkahilah kami di bulan Ramadhan). (HR. Ahmad, No. 2228. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Awsath, No. 4086, dengan teks agak berbeda yakni, “Wa Balighnaa fii Ramadhan.” Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 3654)

Syaikh Al Albany mendha’ifkan hadits ini. (Misykah Al Mashabih, No. 1369). Apa yang menyebabkan kelemahan riwayat hadits ini? Jawabnya silahkan lihat di catatan kaki.[2]

2. Bulan Sya’ban dan Keutamaannya

Bulan Sya’ban adalah bulan mulia yang disunnahkan bagi kaum muslimin untuk banyak berpuasa. Hal ini ditegaskan dalam hadits shahih berikut:

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر، ويفطر حتى نقول لا يصوم، فما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر إلا رمضان، وما رأيته أكثر صياما منه في شعبان.

“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa sehingga kami mengatakan dia tidak pernah berbuka, dan dia berbuka sampai kami mengatakan dia tidak pernah puasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyempurnakan puasanya selama satu bulan kecuali Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat dia berpuasa melebihi banyaknya puasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1868)

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha juga, katanya:

لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ

“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah berpuasa dalam satu bulan melebihi puasa pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1869)



Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

شعبان بين رجب ورمضان يغفل الناس عنه ترفع فيه أعمال العباد فأحب أن لا يرفع عملي إلا وأنا صائم

“Bulan Sya’ban, ada di antara bulan Rajab dan Ramadhan, banyak manusia yang melalaikannya. Saat itu amal manusia diangkat, maka aku suka jika amalku diangkat ketika aku sedang puasa.” (HR. An Nasai, 1/322 dalam kitab Al Amali. Status hadits: Hasan (baik). Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 1898. Lihat juga Tamamul Minnah Hal. 412. DarAr Rayyah)

Adakah Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban?

Ya, sebagamana diriwayatkan oleh banyak sahabat nabi, bahwa Beliau bersabda:

يطلع الله تبارك و تعالى إلى خلقه ليلة النصف من شعبان ، فيغفر لجميع خلقه
إلا لمشرك أو مشاحن

“Allah Ta’ala menampakkan diriNya kepada hambaNya pada malam nishfu sya’ban, maka Dia mengampuni bagi seluruh hambaNya, kecuali orang yang musyrik atau pendengki.” (Hadits ini Shahih menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Diriwayatkan oleh banyak sahabat nabi, satu sama lain saling menguatkan, yakni oleh Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al Khusyani, Abdullah bin Amr, ‘Auf bin Malik, dan ‘Aisyah. Lihat kitab As Silsilah Ash Shahihah, 3/135, No. 1144. Darul Ma’arif. Juga kitab Shahih Al Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 2/785. Al Maktab Al Islami. Namun, dalam kitab Misykah Al Mashabih, justru Syaikh Al Albani mendhaifkan hadits ini, Lihat No. 1306, tetapi yang benar adalah shahih karena banyaknya jalur periwayatan yang saling menguatkan)

Hadits ini menunjukkan keutamaan malam nishfu sya’ban (malam ke 15 di bulan Sya’ban), yakni saat itu Allah mengampuni semua makhluk kecuali yang menyekutukanNya dan para pendengki. Maka wajar banyak kaum muslimin mengadakan ritual khusus pada malam tersebut baik shalat atau membaca Al Quran, dan ini pernah dilakukan oleh sebagian tabi’in.. Tetapi, dalam hadits ini –juga hadits lainnya- sama sekali tidak disebut adanya ibadah khusus tersebut pada malam itu, baik shalat, membaca Al Quran, atau lainnya. Oleh, karena itu, wajar pula sebagian kaum muslimin menganggap itu adalah hal yang bid’ah (mengada-ngada dalam agama). Sebenarnya membaca Al Quran, Shalat malam, memperbanyak zikir pada malam nishfu sya’ban adalah perbuatan baik, dan merupakan pengamalan dari hadits di atas, namun yang menjadi ajang perdebatan adalah tentang ‘cara’nya, apakah beramai-ramai ke masjid lalu di buat paket acara secara khusus, atau melakukannya secara sendirian baik di rumah atau masjid dengan acara yang tidak baku dan tidak terikat.

Berikut adalah Fatwa Para ulama tentang acara ritual Nishfu Sya’ban:

1. Imam An Nawawi (bermadzhab syafi’i)

Beliau Rahimahullah memberikan komentar tentang mengkhususkan shalat pada malam nishfu sya’ban, sebagai berikut:

الصلاة المعروفة بصلاة الرغائب وهي ثنتى عشرة ركعة تصلي بين المغرب والعشاء ليلة أول جمعة في رجب وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة وهاتان الصلاتان بدعتان ومنكران قبيحتان ولا يغتر بذكرهما في كتاب قوت القلوب واحياء علوم الدين ولا بالحديث المذكور فيهما فان كل ذلك باطل



“Shalat yang sudah dikenal dengan sebutan shalat Ragha’ib yaitu shalat 12 rakaat yang dilakukan antara Maghrib dan Isya’, yakni malam awal hari Jumat pada bulan Rajab, dan shalat malam pada nishfu sya’ban seratus rakaat, maka dua shalat ini adalah bid’ah munkar yang buruk, janganlah terkecoh karena keduanya disebutkan dalam kitab Qutul Qulub[3] dan Ihya Ulumuddin[4], dan tidak ada satu pun hadits yang menyebutkan dua shalat ini, maka semuanya adalah batil.” Demikian komentar Imam An Nawawi. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 2/379. Dar ‘Alim Al Kitab)

2. Syaikh ‘Athiyah Saqr (Mufti Mesir)

Beliau Rahimahullah ditanya apakah ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan acara khusus pada malam nishfu sya’ban?

Beliau menjawab (saya kutip secara ringkas):

ثبت أن الرسول عليه الصلاة والسلام احتفل بشهر شعبان ، وكان احتفاله بالصوم ، أما قيام الليل فالرسول عليه الصلاة والسلام كان كثير القيام بالليل فى كل الشهر، وقيامه ليلة النصف كقيامه قى أية ليلة .

ويؤيد ذلك ما ورد من الأحاديث السابقة وإن كانت ضعيفة فيؤخذ بها فى فضائل الأعمال ، فقد أمر بقيامها ، وقام هو بالفعل على النحو الذى ذكرته عائشة .

وكان هذا الاحتفال شخصيا، يعنى لم يكن فى جماعة ، والصورة التى يحتفل بها الناس اليوم لم تكن فى أيامه ولا فى أيام الصحابة ، ولكن حدثت فى عهد التابعين . يذكر القسطلانى فى كتابه “المواهب اللدنية”ج 2 ص 259 أن التابعين من أهل الشام كخالد بن معدان ومكحول كانوا يجتهدون ليلة النصف من شعبان فى العبادة ، وعنهم أخذ الناس تعظيمها ، ويقال أنهم بلغهم في ذلك آثار إسرائيلية . فلما اشتهر ذلك عنهم اختلف الناس ، فمنهم من قبله منهم ، وقد أنكر ذلك أكثر العلماء من أهل الحجاز، منهم عطاء وابن أبى مليكة، ونقله عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن فقهاء أهل المدينة ، وهو قول أصحاب مالك وغيرهم ، وقالوا : ذلك كله بدعة، ثم يقول القسطلانى :

اختلف علماء أهل الشام فى صفة إحيائها على قولين ، أحدهما أنه يستحب إحياؤها جماعة فى المسجد، وكان خالد بن معدان ولقمان ابن عامر وغيرهما يلبسون فيها أحسن ثيابهم ويتبخرون ويكتحلون ويقومون فى المسجد ليلتهم تلك ، ووافقهم إسحاق بن راهويه على ذلك وقال فى قيامها فى المساجد جماعة : ليس ذلك ببدعة، نقله عنه حرب الكرمانى فى مسائله . والثانى أنه يكره الاجتماع فى المساجد للصلاة والقصص والدعاء ، ولا يكره أن يصلى الرجل فيها لخاصة نفسه ، وهذا قول الأوزاعى إمام أهل الشام وفقيههم وعالمهم .



“Telah pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau melakukan kegiatan pada bulan Sya’ban yakni berpuasa. Sedangkan qiyamul lail-nya banyak beliau lakukan pada setiap bulan, dan qiyamul lailnya pada malam nisfhu sya’ban sama halnya dengan qiyamul lail pada malam lain. Hal ini didukung oleh hadits-hadits yang telah saya sampaikan sebelumnya, jika hadits tersebut dhaif maka berdalil dengannya boleh untuk tema fadhailul ‘amal (keutamaan amal shalih), dan qiyamul lailnya beliau sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah yang telah saya sebutkan. Aktifitas yang dilakukannya adalah aktifitas perorangan, bukan berjamaah. Sedangkan aktifitas yang dilakukan manusia saat ini, tidak pernah ada pada masa Rasulullah, tidak pernah ada pada masa sahabat, tetapi terjadi pada masa tabi’in.

Al Qasthalani menceritakan dalam kitabnya Al Mawahib Al Laduniyah (Juz.2, Hal. 259), bahwa tabi’in dari negeri Syam seperti Khalid bin Mi’dan, dan Mak-hul, mereka berijtihad untuk beribadah pada malam nishfu sya’ban. Dari merekalah manusia beralasan untuk memuliakan malam nishfu sya’ban. Diceritakan bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat [5] tentang hal ini. Ketika hal tersebut tersiarkan, maka manusia pun berselisih pendapat, maka di antara mereka ada yang mengikutinya. Namun perbuatan ini diingkari oleh mayoritas ulama di Hijaz seperti Atha’, Ibnu Abi Malikah, dan dikutip dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam bahwa fuqaha Madinah juga menolaknya, yakni para sahabat Imam Malik dan selain mereka, lalu mereka mengatakan: “Semua itu bid’ah!”

Kemudian Al Qasthalani berkata: “Ulama penduduk Syam[6] berbeda pendapat tentang hukum menghidupkan malam nishfu sya’ban menjadi dua pendapat: Pertama, dianjurkan menghidupkan malam tersebut dengan berjamaah di masjid., Khalid bin Mi’dan dan Luqman bin ‘Amir, dan selainnya, mereka mengenakan pakain bagus, memakai wewangian, bercelak, dan mereka menghidupkan malamnya dengan shalat. Hal ini disepakati oleh Ishaq bin Rahawaih, dia berkata tentang shalat berjamaah pada malam tersebut: “Itu bukan bid’ah!” Hal ini dikutip oleh Harb Al Karmani ketika dia bertanya kepadanya tentang ini. Kedua, bahwa dibenci (makruh) berjamaah di masjid untuk shalat, berkisah, dan berdoa pada malam itu, namun tidak mengapa jika seseorang shalatnya sendiri saja. Inilah pendapat Al Auza’i, imam penduduk Syam dan faqih (ahli fiqih)-nya mereka dan ulamanya mereka.” Selesai kutipan dari Syaikh ‘Athiyah Saqr Rahimahullah. (Fatawa Al Azhar, Juz. 10, Hal. 131. Syamilah)

3. Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah

Beliau menjelaskan tentang hukum mengkhususkan ibadah pada malam Nishfu Sya’ban:

ومن البدع التي أحدثها بعض الناس: بدعة الاحتفال بليلة النصف من شعبان، وتخصيص يومها بالصيام، وليس على ذلك دليل يجوز الاعتماد عليه، وقد ورد في فضلها أحاديث ضعيفة لا يجوز الاعتماد عليها، أما ما ورد في فضل الصلاة فيها فكله موضوع، كما نبه على ذلك كثير من أهل العلم، وسيأتي ذكر بعض كلامهم إن شاء الله. وورد فيها أيضًا آثار عن بعض السلف من أهل الشام وغيرهم. والذي عليه جمهور العلماء: أن الاحتفال بها بدعة، وأن الأحاديث الواردة في فضلها كلها ضعيفة وبعضها موضوع، وممن نبه على ذلك الحافظ ابن رجب في كتابه [لطائف المعارف] وغيره، والأحاديث الضعيفة إنما يعمل بها في العبادات التي قد ثبت أصلها بأدلة صحيحة، أما الاحتفال بليلة النصف من شعبان فليس له أصل صحيح حتى يستأنس له بالأحاديث الضعيفة.



“Dan di antara bid’ah yang di ada-adakan manusia pada malam tersebut adalah: bid’ahnya mengadakan acara pada malam nishfu sya’ban, dan mengkhususkan siang harinya berpuasa, hal tersebut tidak ada dasarnya yang bisa dijadikan pegangan untuk membolehkannya. Hadits-hadits yang meriwayatkan tentang keutamaannya adalah dha’if dan tidak boleh menjadikannya sebagai pegangan, sedangkan hadits-hadits tentang keutamaan shalat pada malam tersebut, semuanya adalah maudhu’ (palsu), sebagaimana yang diberitakan oleh kebanyakan ulama tentang itu, Insya Allah nanti akan saya sampaikan sebagian ucapan mereka, dan juga atsar (riwayat) dari sebagian salaf dari penduduk Syam dan selain mereka. Jumhur (mayoritas) ulama berkata: sesungguhnya acara pada malam itu adalah bid’ah, dan hadits-hadits yang bercerita tentang keutamaannya adalah dha’if dan sebagiannya adalah palsu. Di antara ulama yang memberitakan hal itu adalah Al Hafizh Ibnu Rajab dalam kitabnya Latha’if alMa’arif dan lainnya. Ada pun hadits-hadits dha’if hanyalah bisa diamalkan dalam perkara ibadah, jika ibadah tersebut telah ditetapkan oleh dalil-dalil yang shahih, sedangkan acara pada malam nishfu sya’ban tidak ada dasar yang shahih, melainkan ‘ditundukkan’ dengan hadits-hadits dha’if.” (Fatawa al Lajnah ad Daimah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 4/281) Sekian kutipan dari Syaikh Ibnu Baz.

Larangan Pada Bulan Sya’ban

Pada bulan ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada yaumusy syak (hari meragukan), yakni sehari atau dua hari menjelang Ramadhan. Maksud hari meragukan adalah karena pada hari tersebut merupakan hari di mana manusia sedang memastikan, apakah sudah masuk 1 Ramadhan atau belum, apakah saat itu Sya’ban 29 hari atau digenapkan 30 hari, sehingga berpuasa sunah saat itu amat beresiko, yakni jika ternyata sudah masuk waktu Ramadhan, ternyata dia sedang puasa sunah. Tentunya ini menjadi masalah.

Dalilnya, dari ‘Ammar katanya:

مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barang siapa yang berpuasa pada yaumus syak, maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Nabi Muhammad) Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari, Bab Qaulun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Idza Ra’aytumuhu fa shuumuu)

Para ulama mengatakan, larangan ini adalah bagi orang yang mengkhususkan berpuasa pada yaumusy syak saja. Tetapi bagi orang yang terbiasa berpuasa, misal puasa senin kamis, puasa Nabi Daud, dan puasa sunah lainnya, lalu dia melakukan itu bertepatan pada yaumusy syak , maka hal ini tidak dilarang berdasarkan riwayat hadits berikut:

لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ
“Janganlah salah seorang kalian mendahulukan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bagi seseorang yang sedang menjalankan puasa kebiasaannya, maka puasalah pada hari itu.” (HR. Bukhari No. 1815)

4. Bulan Ramadhan dan Keutamaannya

Ini adalah bulan agung yang pling banyak dinantikan oleh seluruh umat Islam. Banyak keutamaan yang diterangkan dalam Al Quran dan As Sunah tentang bulan ini. Sebagaian di antaranya:

-Bulan diturunkannya Al Quran

Allah Ta’ala berfirman:

”(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…” (QS. Al Baqarah (2): 185)

-Bulan Terdapat Lailatul Qadar (malam kemuliaan)

Allah Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan, dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS. Al Qadr (97) : 1-3)

- Shalat pada malam Lailatul Qadar menghilangkan dosa-dosa yang lalu

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا، غفر له ما تقدم من ذنبه

”Barang siapa yang shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan ihtisab (mendekatkan diri kepada Allah) , maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 35, 38, 1802)

- Shalat malam (tarawih) Pada Bulan Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

”Barang siapa yang shalat malam pada Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari No. 37 1904, 1905)

- Berpuasa Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ومن صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه 

”Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802)

Makna ‘diampuninya dosa-dosa yang lalu’ adalah dosa-dosa kecil, sebab dosa-dosa besar –seperti membunuh, berzina, mabuk, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya- hanya bias dihilangkan dengan tobat nasuha, yakni dengan menyesali perbuatan itu, membencinya, dan tidak mengulanginya sama sekali. Hal ini juga ditegaskan oleh hadits berikut ini.

- Diampuni dosa di antara Ramadhan ke Ramadhan

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الصلوات الخمس. والجمعة إلى الجمعة. ورمضان إلى رمضان. مكفرات ما بينهن. إذا اجتنب الكبائر

“Shalat yang lima waktu, dari jumat ke jumat, dan ramadhan ke Ramadhan, merupakan penghapus dosa di antara mereka, jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim No. 233)

- Dibuka Pintu Surga, Dibuka pinta Rahmat, Ditutup Pintu Neraka, dan Syetan dibelenggu

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا جَاءَ رَمَضَان فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِين

”Jika datang Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan dibelenggu.” (HR. Muslim No. 1079)

Dalam hadits lain:

إذا كان رمضان فتحت أبواب الرحمة، وغلقت أبواب جهنم، وسلسلت الشياطين

”Jika bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu rahmat, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan dirantai.” (HR. Muslim No. 1079)

Demikianlah keutamaan bulan Ramadhan dan keutamaan ibadah di dalamnya, yang ditegaskan dalam Al Quran dan hadits-hadits yang shahih. Sedangkan cerita dari mulut ke mulut, dari khathib ke khathib, dan dari buku ke buku, bahwa:

- Barang siapa yang berbahagia dengan datangnya Ramadhan maka diharamkan masuk ke neraka.

- Tidurnya orang puasa adalah ibadah (Naumush Shaim ‘Ibadah)

- Sepuluh hari pertama Ramadhan adalah rahmat, yang kedua adalah maghfirah, dan yang ketiga adalah dijauhkan dari api neraka.

- Keutamaan tarawih malam pertama adalah begini, malam kedua adalah begitu ..dst.

Hadits-hadits ini adalah dhaif (lemah), bahkan ada yang munkar dan palsu. Dan masih banyak hadits-hadits dhaif seputar Ramadan dan puasa yang beredar di masyakarat, dan ini hanyalah contoh.

Sedangkan, hadits-hadits yang menyebutkan:

- Bau mulut orang puasa lebih Allah cintai dibanding minyak kesturi

- Barangsiapa yang berpuasa fi sabilillah maka akan dijauhkan wajahnya dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan

- Setiap amal anak adam adalah untuk dirinya, kecuali puasa, dia adalah untukKU, dan Akulah yang akan membalasnya sendiri

- Disediakan bagi orang puasa pintu surga bernama Ar Rayyan.

Hadits-hadits ini semuanya adalah shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Tetapi, hadits-hadits ini tidak bicara tentang puasa Ramadhan secara khusus, melainkan juga bagi orang berpuasa walau pun di bulan lain secara umum.

Wallahu A’lam




[1] Sebagian imam ahli tafsir menyebutkan bahwa, hukum berperang pada bulan-bulan haram adalah dibolehkan, sebab ayat ini telah mansukh (direvisi) secara hukum oleh ayat: “Perangilah orang-orang musyrik di mana saja kalian menjumpainya ….”. Sementara, ahli tafsir lainnya mengatakan, bahwa ayat ini tidak mansukh, sehingga larangan berperang pada bulan itu tetap berlaku kecuali darurat. Dan, Imam Ibnu Jarir lebih menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa ayat ini mansukh (direvisi) hukumnya. (Jami’ Al Bayan, 9/478-479. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah) Imam Ibnu Rajab mengatakan kebolehan berperang pada bulan-bulan haram adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama), pelaranagn hanya terjadi pada awal-awal Islam. (Lathaif Al Ma’arif Hal. 116. Mawqi’ Ruh Al Islam)



[2] Kelemahan hadits ini, karena dalam sanad hadits ini terdapat Zaidah bin Abi Ruqad dan Ziyad an Numairi.

Imam Bukhari berkata tentang Zaidah bin Abi Ruqad: “Munkarul hadits.” (haditsnya munkar) (Imam al Haitsami, Majma’ az Zawaid, Juz. 2, Hal. 165. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Imam An Nasa’i berkata: “Aku tidak tahu siapa dia.” Imam Adz Dzahabi sendiri mengatakan: “Dha’if.” Sedangkan tentang Ziyad an Numairi beliau berkata: “Ziyad dha’if juga.” (Imam Adz Dzahabi, Mizanul I’tidal, Juz. 2, Hal. 65)

Imam Abu Daud berkata: “Aku tidak mengenal haditsnya.” Sementara Imam An Nasa’i dalam kitabnya yang lain, Adh Dhu’afa, mengatakan: “Munkarul hadits.” Sedangkan dalam Al Kuna dia berkata: “Tidak bisa dipercaya.”(Imam Ibnu Hajar, Tahdzibut Tahdzib, Juz. 3, Hal. 263)

Sedangkan tentang Ziyad An Numairi, berkata Imam Al Haitsami tentang Ziyad an Numairi: “Dia dha’if menurut jumhur (mayoritas ahli hadits).” (Majma’ az Zawaid, Juz. 10, Hal. 388. Darul Kutub Al Ilmiyah) )

Imam Ibnu Hibban mengatakan bahwa penduduk Bashrah meriwayatkan dari Ziyad hadits-hadits munkar. Imam Yahya bin Ma’in meninggalkan hadits-haditsnya, dan tidak menjadikannya sebagai hujjah (dalil). Imam Yahya bin Ma’in juga berkata tentang dia: “Tidak ada apa-apanya.” (Imam Ibnu Hibban, Al Majruhin, Juz. 1, Hal. 306)

Sementara dalam Al Jarh wat Ta’dil, Imam Yahya bin Ma’in mengatakan: “Dha’if.” (Imam Abu Hatim ar Razi, Al jarh Wat Ta’dil, Juz. 3, Hal. 536). Demikian

[3] Kitab tasawwuf yang ditulis oleh Syaikh Abu Thalib Muhammad bin Ali bin ‘Athiyah Al Haritsi Al Makki

[4] Kitab tasawwuf yang sangat terkenal yang ditulis oleh Imam Al Ghazali Ath Thusi

[5] Atsar Israiliyat adalah berita atau riwayat yang berasal dari kisah-kisah orang Bani Israel yang menyusup ke dalam kitab-kitab dan keyakinan umat Islam. Statusnya, tidak bisa dijadikan hujjah (dalil), walau memiliki hikmah yang baik.